Breaking News

Wanita dalam Media : Antara Stereotip dan Empowerment

Shabila Eka Wisra
Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi (FISIP) Universitas Andalas

PADA era modernisasi dimana media massa memegang peran yang sangat penting dalam pembentukan pandangan masyarakat, representasi perempuan tentu menjadi sorotan yang utama. Televisi, film, musik, iklan, media sosial maupun media cetak saat ini memiliki pengaruh yang nyata dalam membentuk persepsi dan ekspetasi masyarakat terhadap perempuan. Namun sungguh disayangkan representasi perempuan pada media massa seringkali diiringi dengan stereotip dan objektifikasi yang merendahkan dan memarjinalkan perempuan.

Stereotip gender di media massa tentu berakar kuat pada budaya populer. Wanita sering kali digambarkan sebagai sosok yang lembut, emosional, dan selalu bergantung pada pria. Film, sinetron dan serial Indonesia seringkali menampilkan sosok perempuan yang peran utamanya digambarkan sebagai seorang istri atau ibu sempurna hanya pandai dalam mengurus rumah dan membesarkan anak yang harus patuh kepada suaminya. Stereotip ini mengabaikan fakta bahwa perempuan juga bisa bersekolah yang tinggi sehingga mampu menjadi pemimpin yang professional dan mencari nafkah tanpa harus bergantung pada sosok laki-laki.

Selain itu, stereotip perempuan sebagai objek seksual sering digambarkan pada media massa. Dalam iklan, perempuan sering kali mengenakan pakaian terbuka untuk menonjolkan fisik dan seksualitasnya. Hal ini merupakan bentuk eksploitasi tubuh perempuan hanya dijadikan media iklan komersial untuk mencapai keuntungan sekaligus memperkuat pandangan bahwa perempuan hanya dilihat dari sudut pandang seksual.

Objektifikasi perempuan di media massa juga terjadi di industri hiburan, seperti iklan, film, musik, dan acara televisi. Perempuan sering kali digambarkan hanya sebagai hiasan dan hiburan, dan fokusnya adalah pada penampilan mereka, bukan pada kualitas dan bakat mereka. Artinya, nilai perempuan hanya terletak pada aspek penampilannya, bukan pada kecerdasan, keterampilan, atau prestasinya.

Contoh iklan yang menjadikan perempuan sebagai alat keuntungan komersial pada produk-produk yang digunakan oleh laki-laki. Melihat pada iklan rokok dengan merek djarum 76 dengan tema “Mawar kembang desa” pada iklan ini digambarkan seorang laki-laki yang sedang memancing mendapatkan teko jin yang kemudian dia diberi kesempatan meminta satu permintaan. Lalu dia meminta menikah dengan mawar yang diperlihatkan pada pikiran si pria bahwa Mawar merupakan seorang kembang desa yang cantik dan molek. Hal ini tentu menjadi pemikiran mengapa sosok perempuan selalu menjadi bahan yang menarik ada pada iklan-iklan produk konsumtif pria. Juga beberapa produk pria lainnya seperti deodorant, obat kuat, rokok iklan-iklan ini menjadikan perempuan sebagai objek dalam menarik minat konsumennya.

Pada industri perfilman tanah air tak khayal kehadiran perempuan sudah menjadi keharusan. Sayangnya, mereka hadir lebih banyak menonjolkan kecantikan, keseksian, dan kesediaan untuk mengumbar beberapa bagian tubuh, sehingga menjadi daya jual tersendiri untuk menggaet penonton. Namun berbanding terbalik pada wanita yang sudah dewasa dan tua, sosok perempuan yang banyak ditampilkan justru perempuan tua yang cerewet, sok tahu, menakutkan, dan menyebalkan. Hal ini memperlihatkan secara jelas bahwa representasi perempuan pada media massa seringkali diiringi dengan stereotip dan objektifikasi yang merendahkan dan memarjinalkan perempuan itu benar adanya.

Dampak dari stereotip dan objektifikasi terhadap perempuan di media massa sangatlah luas dan serius. Hal ini tentu akan mempengaruhi persepsi diri perempuan, khususnya para remaja dan anak-anak yang masih dalam tahap pembentukan identitas. Mereka mungkin merasa tertekan untuk memenuhi standar kecantikan yang tidak realistis atau memiliki masalah citra tubuh. Selain itu, stereotip ini juga dapat memberikan pandangan sempit dari masyarakat terhadap peran dan kemampuan perempuan, sehingga membatasi pilihan dan peluang karier bagi perempuan.

Di sisi lain, objektifikasi perempuan di media juga dapat berkontribusi pada normalisasi kekerasan seksual dan pelecehan terhadap perempuan. Ketika tubuh perempuan diperlakukan sebagai komoditas dan dikonsumsi oleh media massa, maka hal tersebut dapat menumbuhkan budaya objektifikasi yang tidak memanusiakan perempuan.

Namun seiring perkembangan zaman dan tingginya intelektual generasi ke generasi bahwa representasi perempuan tidak lagi sebatas stereotip yang menggambarkan kelemahan dan objekifitas seksual perempuan. Beberapa film tanah air juga sudah mampu mengangkat dan menyuarakan Women Empowerment sebagai bentuk pernyataan bahwa Perempuan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri, membuat pilihan yang sesuai dengan kehidupannya, dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesetaraan perempuan.

Dengan demikian, maka muncul gerakan-gerakan yang berupaya untuk mengubah representasi perempuan dalam media massa. Aktivis feminis dan organisasi perempuan telah bekerja keras untuk menyuarakan keprihatinan mereka dan mendorong agar adanya perubahan yang nyata dan berkelanjutan.*

Check Also

Pemko Padang Ingin Hidup Bernagari Tetap Lestari

Padang, HanyaSumbar – Waktu berputar, zaman beredar. Seiring perjalanan waktu, hidup bernagari di Minangkabau mulai …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *